Sejarah Singkat Geometri
Paling tidak ada enam wilayah yang
dapat dipandang sebagai ’sumber’ penyumbang pengetahuan geometri, yaitu:
Babilonia (4000 SM - 500 SM), Yunani (600 SM – 400 SM), Mesir (5000
SM - 500 SM), Jasirah Arab (600 - 1500 AD), India (1500 BC - 200
BC), dan Cina (100 SM - 1400). Tentu masih ada negara-negara
penyumbang pengetahuan geometri yang lain, Namun, kurang signifikan atau belum
terekam dalam tradisi tulisan.
Bangsa Babilonia menempati daerah
subur yang membentang antara sungai Eufrat dan sungai Tigris di wilayah Timur
Tengah. Pada mulanya, daerah ini ditempati
oleh bangsa Sumeria. Pada saat itu, 3500 SM, atau sekitar 5000 tahun yang lalu
telah hidup sangat maju. Banyak gedung dibangun seperti kota waktu kini.
Sistem irigasi dan sawah pertanian juga telah berkembang. Geometri dipikirkan
oleh para insinyur untuk keperluan pembangunan.
Geometri yang lahir dan berkembang di Babilonia merupakan
sebuah hasil dari keinginan dan harapan para pemimpin pemerintahan dan agama
pada masa itu. Hal ini dimaksudkan untuk bisa mendirikan berbagai bangunan yang
kokoh dan besar. Juga harapan bagi para raja agar dapat menguasai tanah
untuk kepentingan pendapatan pajak. Teknik-teknik geometri yang berkembang saat
itu pada umumnya masih kasar dan bersifat intuitif. Akan tetapi, cukup akurat
dan dapat memenuhi kebutuhan perhitungan berbagai fakta tentang teknik-teknik
geometri saat itu termuat dalam Ahmes Papirus yang ditulis lebih kiurang tahun
1650 SM dan ditemukan pada abad ke-9. Peninggalan berupa tulisan ini merupakan
bagian dari barang-barang yang tersimpan oleh museum-museum di London dan New
York. Dalam Papirus ini terdapat formula tentang perhitungan luas daerah suatu
persegi panjang, segitiga siku-siku, trapesium yang mempunyai kaki tegak lurus
dengan alasnya, serta formula tentang pendekatan perhitungan luas daerah
lingkaran. Orang-orang Mesir rupanya telah mengembangkan rumus-sumus ini dalam
kehidupan mereka untuk menghitung luas tanah garapannya.
Selain melanjutkan mengembangkan
geometri, mereka juga mengembangkan sistem bilangan yang kini kita kenal dengan
’sexagesimal’ berbasis 60. Kita masih menikmati (dan menggunakan) sistem
ini ketika berbicara tentang waktu.
Mereka membagi hari ke dalam 24 jam. Satu jam dibagi menjadi
60 menit. Satu menit dibagi menjadi 60 detik. Kita
mengatakan, misalnya, saat ini adalah pukul 9, 25 menit, 30 detik. Kalau
dituliskan akan berbentuk pukul 9 25' 30", dan dalam sexagesimal dapat
dituliskan sebagai 9 5 25/60 30/3600.
Sistem ini telah menggunakan nilai tempat seperti yang kita gunakan
dewasa ini (dalam basis 10 bukan dalam basis 60).
Bangsa Babilonia mengembangkan cara
mengitung luas dan volume. Di antaranya menghitung panjang keliling lingkaran
yang sama dengan tiga kali panjang garis tengahnya. Kita mengenal harga tiga ini
mendekati harga π . Rumus Pythagoras juga sudah dikenal pada masa itu.
Bangsa Mesir mendiami wilayah yang sangat
subur di sepanjang sungai Nil. Pertanian
berkembang pesat. Pemerintah memerlukan cara untuk membagi petak-petak sawah
dengan adil. Maka, geometri maju di sini karena menyajikan berbagai bentuk
polygon yang di sesuaikan dengan keadaan walayah di sepanjang sungai Nil itu.
Di Yunani, geometri mengalami masa
’emas’nya. Sekitar 2000 tahun yang lalu, ditemukan teori yang kita kenal dewasa
ini dengan nama teori aksiomatis. Teori berpikir yang mendasarkan diri pada
sesuatu yang paling dasar yang kebenarannya kita terima begitu saja. Kebenaran
semacam ini kita sebut kebenaran aksioma. Dari sebuah aksioma diturunkan
berbagai dalil baik dalil dasar maupun dalil turunan. Dari era ini, kita juga
memperoleh warisan buku geometri yang hingga kini belum terbantahkan, yaitu
geometri Euclides. Geometri yang kita ajarkan secara formal di sekolah
merupakan ’kopi-an’ dari geometri Euclides ini.
Di awal perkembangan Islam, para pemimpin Islam menganjurkan
agar menimba ilmu sebanyak mungkin. Kita kenal belajaralah hingga ke negeri
Cina. Dalam era itu, Islam menyebar di Timur Tengah, Afrika Utara, Spanyol,
Portugal, dan Persia. Para matematikawan Islam menyumbang pada pengembangan
aljabar, asronomi, dan trigonometri. Trigonometri merupakan salah satu
pendekatan untuk menyelesaian masalah geometri secara aljabar. Kita mengenalnya
menjadi geometri analitik. Mereka juga mengembangkan polinomial.
Di wilayah timur, India dan Cina dikenal penyumbang
pengetahuan matematika yang handal. Di India, para matematikawan memiliki tugas
untuk membuat berbagai bangunan pembakaran untuk korban di altar. Salah satu
syaratnya adalah bentuk boleh ( bahkan harus) berbeda tetapi luasnya
harus sama. Misalnya, membuat pangunan pembekaran yang terdiri atas lima
tingkat dan setiap tingkat terdiri 200 bata. Di antara dua tingkat yang urutan
tidak boleh ada susunan bata yang sama persis. Saat itulah muncul
ahli geometri di India. Tentu, bangunan itu juga dilengkapi dengan
atap. Atap juga merupakan bagian tugas matematikawan India. Di sinilah berkembang
teori-teori geometri.
Seperti cabang-cabang ilmu pengetahuan
yang lain, matematika (termasuk geometri) juga dikembangkan oleh para ilmuwan
Cina sejak 2000 tahun sebelum Masehi (atau sekitar 4000 tahun yang lalu). Kalau di Eropa terdapat buku
‘Unsur-unsur’, geometri Euclides yang mampu menembus waktu 2000 tahun tanpa
tertandingi, di timur, Cina terdapat buku ‘Sembilan bab tentang matematika’
yang dibuat sekitar tahun 179 oleh Liu Hui. Buku ini memuat banyak masalah
geometri. Di antaranya menghitung luas dan volume. Dalam buku itu juga mengupas
hukum Pythagoras. Juga banyak dibicarakan tentang polygon.
Pada Zaman Pertengan, Ahli matematik Muslim banyak
menyumbangkan mengenai perkembangan geometri, terutama geometri aljabar dan
aljabar geometri. Al- Mahani (1.853) mendapat idea menguraikan masalah
geometri seperti menyalin kubus kepada masalah dalam bentuk aljabar. Thabit ibn
Qurra (dikenal sebagi Thebit dalam Latin) (836 – 901) mengendali dengan
pengendalian arimetikal yang diberikan kepada ratio kuantitas geometri, dan
menyumbangkan tentang pengembangan geomeri analitik. Omar Khayyam (1048
-1131) menemukan penyelasaian geometri kepada persamaan kubik, dan penyelidikan
selanjutnya yang terbesar adalah kepada pengembangan geometri bukan Euclid.
Pada awal abad ke-17, terdapat dua perkembangan penting
dalam geometri. Yang pertama, dan yang terpenting, adalah penciptaan geometri
analik, atau geometri dengan koordinat dan persamaan, oleh Rene Descartes
(1596-1650) dan Pierre de Fermat (1601-1665). Ini adalah awal yang di perlukan
untuk perkembangan kalkulus. Perkembangan geometrik kedua adalah penyelidikan
secara sistematik dari geometri proyektif oleh Girard Desargues (1591-1661).
Geometri proyektif adalah penyelidikan geometri tanpa ukuran, Cuma dengan menyelidik
bagaimana hubungan antara satu sama lain.
Dua perkembangan dalam geometri pada abad ke-19,mengubah
cara ia telah dipelajari sebelumnya. Ini merupakan penemuan Geometri
bukan Euclid
oleh Lobachevsky, Bolyai dan Gauss dan dari formulasi simetri sebagai pertimbangan utama dalam Program
Erlangen dari Felix Klein (yang menyimpulkan geometri Euclid
dan bukan Euclid). Dua dari ahli geometri pada masa itu ialah Bernhard
Riemann, bekerja
secara analisis
matematika, dan Henri Poincaré, sebagai pengagas topologi
algebraik dan teori
geometrik dari sistem
dinamikal.
Sebagai akibat dari perubahan besar ini dalam konsepsi
geometri, konsep "ruang" menjadi sesuatu yang kaya dan berbeda, dan
latar belakang semula hanya teori yang berlainan seperti analisis
kompleks dan mekanik
klasikal. Jenis
tradisional geometri telah dikenal pasti seperti dari ruang
homogeneous,
yaitu ruang itu mempunyai bekalan simetri yang mencukupi, supaya dari poin ke
poin mereka kelihatan sama.
Penulis
Dayang Noriana Mohd Nor
0 komentar:
Posting Komentar